(Review) TILIK & CREAM; Film tentang Sebuah "Solutip"

 1. TILIK (2018)

Tilik, dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai kegiatan menjenguk seseorang yang sedang sakit secara beramai-ramai. Tilik menjadi tradisi masayarakat desa sebagai salah satu bentuk kepedualian antara sesama. Film pendek garapan Ravacana Film dan Dinas Kebudayaan DIY, menceritakan tentang perjalanan serombongan ibu-ibu yang akan menjenguk (tilik) Bu Lurah di rumah sakit dengan mengendarai truk. 

Bu Tejo dan kawan-kawan

Adalah Bu Tejo, salah seorang dari rombongan itu yang paling menyorot perhatian. Bu Tejo digambarkan sebagai sosok wanita yang gemar menyebarluaskan sesuatu yang ganjil di matanya. Karakter Bu Tejo dengan lidah tajam cenderung nyinyir adalah salah satu potret perempuan di dunia nyata.

Bu Tejo memulai obrolan tentang kembang di desa mereka bernama Dian yang diduga sebagai perempuan nakal. Meski usia Dian sudah cukup untuk menikah, ia tetap santai dengan kesendiriannya. Tidak sembarang bicara, Bu Tejo menyertakan bukti-bukti yang didapatnya dari Facebook.

Kebalikan dari Bu Tejo, tokoh lain bernama Yu Ning, digambarkan tidak suka menceritai keburukan orang lain, terlebih jika tidak didasari bukti yang valid. Menurut Yu Ning, berita tanpa sumber yang jelas akan berujung menjadi fitnah. Yu Ning pun membela Dian mati-matian. 

Sepanjang perjalanan ke rumah sakit kita akan disuguhi adegan adu mulut antara Bu Tejo dan Yu Ning. Aksen yang khas serta guyonan ala ibu-ibu membuat film kian natural Kenyinyiran Bu Tejo yang tiada duanya sukses membuat kita gemas sekaligus salut pada Siti Fauziah selaku pemeran Bu Tejo. 

Ghibah, Hoaks dan Status Pernikahan

Film dengan durasi 32 menit ini mengangakat topik yang relate dengan kehidupan sehari-hari yaitu tentang ghibah, hoaks, juga pertanyaan kapan nikah. Menceritai kehidupan orang lain sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Tak peduli jika berita itu benar atau tidak. Jika benar maka akan menjadi ghibah dan jika salah akan menjadi hoaks dan fitnah.

Maraknya hoaks dipicu oleh rendahnya budaya baca kita. Untuk ukuran orang desa–terutama ibu-ibu yang baru melek teknologi–sesuatu yang bersumber dari media sosial dianggap sudah terjamin kebenarannya. Hal ini dikarenakan kepercayaan mereka bahwa internet dibuat oleh orang-orang cerdas yang minim kesalahan.

Status pernikahan di desa juga kerap menjadi bahan pergunjingan di pedesaan. Seakan perempuan yang sudah cukup umur tetapi belum juga menikah menjadi sebuah aib. Tak jarang perempuan "telat" menikah ini dicap sebagai perawan tua. 

Dari film TILIK kita menyadari, bahwa terkadang bahan pergosipan itu muncul karena memang ada pemicunya. Tak mungkin ada api jika tak ada asapnya. Oleh sebab itu, jika sebuah kabar beredar, solusinya adalah mengkonfirmasi kebenaran berita itu. Seperti kata Bu Tejo, jadilah orang yang “solutif”.


2. CREAM (2017)

Puluhan tahun yang akan datang, saat tekonoligi makin berkembang, bukan tak mungkin gambaran film Cream menjadi kenyataan. Film animasi dengan durasi 12 menit 21 detik karya David Firth ini menceritakan tenyang seorang saintis, Dr. Jack Bellifer yang berhasil menciptakan sebuah penemuan fenomenal yang diberi nama Cream.

Yang mencengangkan dari Cream ialah mampu menyelsaikan berbagai permasalahan kehidupan seperti mempercantik wajah, menghilangkan kecacatan sebab gentika atau kecelakaan, bahkan Cream bisa menghidupkan orang yang sudah mati. Gak sampai di situ, Cream juga mampu memperbaiki barang atau mesin yang rusak, menyuburkan tanah dan membuat otak tumpul menjadi brilian. Sehingga Cream dilabeli the everything fixer. Meminjam istilah Bu Tejo, Cream ini sangat “solutip”.



Perkembangan peneletian selanjutnya, Cream dapat memberikan kekayaan dan kesejahteraaan pada masyarakat. Cream juga bisa menduplikat apa saja menjadi tak terhingga sehingga tak akan ada kelangkaan. Dengan adanya Cream kemiskinan, kelaparan, dan penderitaan akan teratasi. Sebuah penemuan yang sangat hebat.

Namun, kelahiran Cream yang dianggap mukjizat bagi masyarakat nyatanya telah merusak tatanan pasar. Para pebisnis mengalami penurunan pemasukan hingga muncullah berita miring soal Cream. Di berbagai media baik koran, televisi diberitakan bahwa Cream berbahan dasar mayat bayi yang melanggar kode etika. Memakai Cream juga bisa mendatangkan penyakit mematikan seperti AIDS. Hoaks ini sukses memancing kemarahan masyarakat dan memusnahkan produk Cream.

Tak sampai di situ, Dr. Jack Bellifer selaku penemu Cream dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas tuduhan pemerkosaan, merusak ilmu pengetahuan dan menimbulkan keresahan. Dia juga tak diperbolehkan menginjakkan kaki di laboratorium. Sebuah hukuman mati secara tak langsung bagi seorang profesor dan saintis.


Cream bisa menduplikat makanan

 Jika Cream Beneran Ada

Terlepas seribu manfaatnya, setelah ditelusuri Cream memiliki dampak yang tak terduga. Dengan Cream, semua masalah akan terselesaikan. Tak akan ada kemiskinan, kepalaran dan penderitaan. Semua orang hidup bahagia. Namun, ada yang hilang yaitu interaksi saling tolong-menolong antar sesama. Hingga akhirnya rasa kemanusiaan akan lenyap. Hidup menjadi hampa dan tak bermakna. Disadari atau tidak, permasalahan adalah permeberi warna pada kehidupan.

Membuat manusia awet muda, yang mati hidup kembali adalah cara Cream memutus rantai kehidupan yang Tuhan tetapkan. Tatanan ekosistem yang rapi akan kacau balau. Dunia tidak akan bisa dikendalikan dari kepadatan populasi. 

Kasus ini akan mirip film What Happened with Monday, yang menampilkan bagaimana sesaknya Bumi akibat lonjakan populasi yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan undang-undang satu keluarga satu anak.  Bila hal itu terjadi, apakah kita akan pindah ke planet lain seperti cerita Tere Liye dalam novel Hujan?

Pada akhirnya dari film ini kita akan menydari, bahwa apa yang sudah disusun dan digariskan Tuhan memang terbaik adanya.  Kita, sebagai manusia tidak akan pernah bisa mensejajari Sang Pencipta.


 #OneDayOnePost

 #ODOP

#ODOPChallenge

 

Posting Komentar

0 Komentar