STUDI ETNOBOTANI



STUDI ETNOBOTANI KERAJIANAN ANYAMAN ROTAN OLEH MASYARAKAT KELURAHAN BALEARJOSARI MALANG
JAWA TIMUR



MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester matakuliah
Etnobotani
yang dibina oleh Bapak Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd.


Oleh:
Juliana Afni sitorus
12620063





 







 
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
FAKULTAS SAINTEK
JURUSAN BIOLOGI
Juni 2015

KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini mengkaji tentang Studi Etnobotani Kerajianan Anyaman Rotan Oleh Masyarakat Kelurahan Belearjosari Malang Jawa Timur. Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas Etnobotani. Penyusun berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca untuk menambah.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah berperan aktif dalam penyusunan makalah ini. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik, lancar, dan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih yang  sebesar-besarnya kepada :
1.      Dr. H. Eko Budi Minarno, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah Etnobotani yang memberikan dukungan bagi penulis
2.      Bapak Iwan, Bapak Mul dan Cindy Rotan yag telah berkenan memberi informasi dan bimbingannya kepada penulis
3.      Orang tua yang selalu mendo’akan demi kelancaran penulis
4.      Teman-teman yang selalu mendukung dan memberi semangat bagi penulis
Kesempurnaan hanya milik Allah, sedangkan kekurangan pada hamba-Nya, begitu pula dengan makalah ini tidak akan sempurna tanpa kritik dan saran dari pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penyusun butuhkan untuk melengkapi makalah ini.


                                                                                    Malang, 11 Juni 2015
                                   


                                                                                    Penulis


DAFTAR ISI









BAB I


PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya yang sangat beraneka ragam, ini merupakan daya tarik tersendiri yang dimiliki Indonesia. Kebudayaan yang timbul merupakan kebudayaan yang diturunkan secara turun temurun, yang dapat dikatakan sebagai kearifan lokal, kebudayaan yang terdapat di Indonesia memiliki karakter yang berbeda sesuai adat dan aturan yang berlaku di masyarakat. Salah satu tradisi budaya yang telah berkembang secara turun temurun yaitu adalah kerajinan anyaman. Anyaman merupakan suatu produk yang dihasilkan dari kegiatan mengatur bilah-bilah seperti pandan, bambu, dan bahan lainnya tindih menindih atau silang menyilang.
Menurut beberapa sumber keterampilan anyaman masuk ke Indonesia sejak beberapa ribu tahun lalu, ketika migrasi besar-besaran penduduk dari dataran Asia Tengah menuju ke Nusantara, keterampilan itu terus berlanjut hingga sekarang. Di beberapa tempat di Indonesia anyaman berkembang menjadi suatu komoditas yang menjanjikan, namun beberapa sumber mengatakan bahwa anyaman merupakan kebudayaan asli bangsa melayu, termasuk Indonesia, tanpa adanya pengaruh dari dunia luar.
Rotan adalah palem pemanjat berduri yang terdapat didaerah tropis dan subtropis. Tumbuhan ini merupakan sumber rotan batang untuk industri mebel rotan. Rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk, ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang menarik. Dengan sifat-sifatnya tersebut rotan dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan berbagai peralatan rumah tangga seperti berbagai jenis mebel, tikar, peralatan dapur dan berbagai jenis barang kerajinan lainnya. Karakteristik itu juga mengakibatkan banyak konsumen yang menyukai barang-barang kerajinan hasil dari rotan. Pemanfaatan rotan untuk kerajinan, sebagian besar berasal dari batang.


 Ahli rotan, Janumirno (2000) mengatakan bahwa pada abad ke-18 Indonesia telah menjadi pelopor dalam penyediaan produk rotan dunia, yakni hampir 80% keperluan dunia dipasok dari Indonesia. Indonesia mulai mengenal industri pengolahan rotan pada tahun 1968-1973, dan berkembang pesat sekitar tahun 1988.
Menurut Baharuddin dan Taskirawati, (2009), Indonesia merupakan negara produsen rotan yang mampu memenuhi kebutuhan rotan dunia, dan selama ini mampu memasok kurang lebih 85% dari kebutuhan rotan di dunia. Di Indonesia terdapat kurang lebih 306 spesies rotan telah teridentifikasi dan menyebar di semua pulau di Indonesia. Dari keseluruhan yang teridentifikasi, rotan yang sudah ditemukan dan digunakan untuk keperluan lokal mencapai kurang lebih 128 jenis. Sementara itu rotan yang sudah umum diusahakan/ diperdagangkan dengan harga tinggi untuk berbagai keperluan baru mencapai 28 jenis saja.
Kelurahan Balearjosari adalah salah satu daerah kota Malang yang terkenal dengan produksi dan penjualan kerajinan anyaman berbahan rotan.  Berbagai kerjinan dihasilkan dari bahan dasar rotan. Rotan yang digunakan adalah rotan besar dan rotan kecil. Adakala bahan kerajinan rotan dikombinasikan dengan bahan lain seperti serat eceng gondok, serat pelepah pisang dan lain-lain. Pemanfatan tumbuhan dengan sebaik-baiknya telah termaktub dalam al-Qur’an surah Az-Zumar (21):


Description: C:\Users\lenovo\Pictures\zumarv.png
 





Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diatur-Nya menjadi sumber-sumber air di bumi Kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, Kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa Allah SWT memerintahkan manusia memikirkan salah satu dari suatu proses kejadian di alam ini yaitu proses turunnya hujan dan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan di permukaan bumi. Apabila diperhatikan seakan-akan kejadian hujan merupakan suatu siklus yang dimulai pada suatu titik-titik dalam suatu lingkaran, dimulai dari adanya sesuatu, kemudian berkembang menjadi besar, kemudian tua, kemudian meninggal atau tiada. Kemudian mulai pula suatu kejadian yang baru lagi dan begitulah seterusnya sampai kepada suatu masa yang ditentukan Allah, yaitu masa berakhirnya kejadian alam
Adakalanya air hujan tersebut langsung dimanfaatkan oleh manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dengan air hujan maka tumbuhlah tumbuh-tumbuhan, sejak dari benih kemudian menjadi besar, berbunga yang beraneka warna, berbuah, kemudian mati, untuk tumbuh lagi. Buahnya bermanfaat bagi manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Ada yang dimakan, ada pula yang diolah untuk keperluan-keperluan lain. Daun tumbuh-tumbuhan yang gugur kemudian menjadi hancur bersama tanah dapat menjadi pupuk bagi bagi tanam-tanaman yang lain. Maha suci Allah yang telah menciptakan tumbuh-tumbuhan dengan berbagai manfaat demi kebutuhan manusia. Sungguh yang demikian terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.
Pemanfaatan tumbuhan seperti rotan untuk bahan kerajian anyaman sudah menjadi tradisi turun-temurun dari generasi ke generasi. Satu jenis bahan anyaman yang sering digunakan adalah rotan. Selain mudah diperoleh dan populasinya melimpah rotan mempunyai nilai fungsi yang sangat diminati masyarakat umun sehingga anyaman rotan menjadi sumber ekonomi yang menjanjikan. Oleh karena itu perlu dilakukan observasi dengan judul Studi Etnobotani Kerajianan Anyaman Rotan Oleh Masyarakat Kelurahan Belearjosari Malang Jawa Timur.




1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.
1.      Jenis tumbuhan apa saja yang dapat dimanfaatkan dalam kerajianan anyaman oleh masyarakat kelurahan Balearjosari?
2.      Organ apasajakah yang dimanfaatkan dalam kerajinan anyaman rotan?
3.      Darimana sajakah bahan diperoleh untuk kerjajinan anyaman rotan ?
4.      Bagaimana teknik pembuatan kerajinan anyaman?
5.      Bagaimana kelemahan dan kelebihan rotan sebagai bahan kerajinan anyaman?

1.3 Tujuan

            Tujuan dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.
1.      Jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam kerajianan anyaman oleh masyarakat kelurahan Balearjosari
2.      organ yang dimanfaatkan dalam kerajinan anyaman rotan
3.      tempat perolehan bahan untuk kerjajinan anyaman rotan
4.      teknik pembuatan kerajinan anyaman
5.      kelemahan dan kelebihan rotan sebagai bahan kerajinan anyaman

1.4 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Sebagai informasi kepada masyarakat luas dan penulis tentang potensi rotan dalam kerajinan anyaman
2.      Sebagai informasi kepada masyarakat luas dan penulis teknik pembuatan kerajinan anyaman dari rotan
3.      Sebagai dokumentasi etnobotani tumbuhan untuk bahan kerajinan anyaman yang patut dilestarikan sebagai warisan budaya




BAB II


KAJIAN PUSTAKA


  1.  

2.1 Etnobotani

2.1.1 Pengertian Etnobotani

Etnobotani menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu botani mengenai pemanfaatan tumbuh-tumbuhan dalam keperluan kehidupan sehari-hari dan adat suku bangsa. Etnobotani berasal dari dua kata yunani yaitu Ethnos dan botany. Etno berasal dari kata ethnos yang berarti memberi ciri pada kelompok dari suatu populasi dengan latar belakang yang sama baik dari adat istiadat, karekteristik, bahasa dan sejarahnya, sedangkan botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuhan. Dengan demikian etnobotani berarti kajian interaksi antara manusia dengan tumbuhan atau dapat diartikan sebagai studi mengenai pemanfaatan tumbuhan pada suatu budaya tertentu (Martin 1998).
Beberapa definisi etnobotani yang lain menurut beberapa penulis yang diacu dalam Soekarman dan Riswan (1992), antara lain:
1.      Hough (1898), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya dengan budaya manusia,
2.      Jones (1941), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia yang primitif dengan tumbuh-tumbuhan,
3.      Schultes (1967), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan vegetasi di sekitarnya,
4.      Ford (1980), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan didalam budaya dan interaksi langsung manusia dengan tumbuhan,
5.      Sheng-Ji et al. (1990), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung manusia dengan tumbuhan dalam kegiatan pemanfaatannya secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992). Seiring dengan perkembangan imu pengetahuan serta teknologi, maka etnobotani berkembang menjadi suatu bidang imu yang cakupanya interdisipliner. Etnobotani secara harfiah berarti ilmu berarti ilmu yang menkaji pengetahuan botani masyarakat lokal atau tradisional. Etnobotani dapat diidentifikasikan sebagai suatu bidang yang mempelajari hubungan timbal balik secara menyeluruh antara masyarakat lokal dengan lingkungannya meliputi sistem pengetahuan tentang sumberdaya alam tumbuhan (Ferdiansyah, 2009).

2.1.2 Ruang Lingkup

Etnobotani adalah cabang ilmu pengetahuan yang mendalami tentang persepsi dan konsepsi masyarakat tentang sumber daya nabati di lingkungannya. Dalam hal ini adalah upaya untuk mempelajari kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan anggotanya menghadapi tetumbuhan dalam lingkungannya, yang digunakan tidak saja untuk keperluan ekonomi tetapi juga untuk keperluan spiritual dan nilai budaya lainnya. Dengan demikian termasuk kedalamnya adalah pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat atau suku bangsa tertentu. Pemanfaatan yang dimaksud disini adalah pemanfaatan baik sebagai bahan obat, sumber pangan, dan sumber kebutuhan hidup manusia lainnya. Sedangkan disiplin ilmu lainnya yang terkait dalam penelitian etnobotani adalah antara lain linguistik, anthropologi, sejarah, pertanian, kedokteran, farmasi dan lingkungan (Suwahyono 1992).
Terdapat empat usaha utama yang berkaitan erat dengan etnobotani, yaitu: 1) pendokumentasian pengetahuan etnobotani tradisional; 2) penilaian kuantitatif tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumber-sumber botani; 3) pendugaan tentang keuntungan yang dapat diperoleh dari tumbuhan, untuk keperluan sendiri maupun untuk tujuan komersial; dan 4) proyek yang bermanfaat untuk memaksimumkan nilai yang dapat diperoleh masyarakat lokal dari pengetahuan ekologi dan sumber-sumber ekologi (Martin 1998).


2.2. Kerajinan Anyaman

2.2.1 Pengertian Kerajinan Anyaman

Kerajinan anyaman merupakan satu usaha atau kegiatan keterampilan masyarakat dalam pembuatan barang-barang dengan cara atau teknik susup menyusup antara lungsing dan pakan. Menganyam pada dasarnya menyelipkan secara pelan-pelan, diantaranya lusi-lusi. Lusi adalah bilah-bilah yang posisinya membujur ke atas dan pakan yang melintang ke samping. Dengan memperhatikan corak anyaman baik, langsung maupun melalui gambar, siapa pun bisa mencoba menganyam, asal mengikuti ketentuan atau rumus pada setiap motif anyaman.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Seminar Nasional Seni Kriya (2005:153) istilah kerajinan berasal dari bahasa jawa yang berarti; (1) hal atau sifat dan sebagainya; (2) kegotalan, industri, perusahaan yang membuat sesuatu,atau pekerjaan tangan yang bukan dengan mesin melainkan menggunakan tangan. Kerajinan tersebut di produksi mengutamakan bahan-bahan yang layak terdapat di daeah sekitarnya dan alat yang digunakan sangat sederhana.dikerjakan sangat terampil dan penuh hati-hati, (Suptandar, dalam Wahyuningsih, Seminar Nasional Seni Kriya; 2005:153). Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kerajinan adalah hasil pekerjaan tangan yang bukan dilakukan dengan mesin melainkan menggunakan tangan yang dibuat dengan penuh hati-hati dan menggunakan bahan dan alat yang sederhana.
Anyaman merupakan seni yang mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan masyarakat Melayu. Konon kegiatan itu ditiru manusia dari cara burung menjalin rantin ranting menjadi bentuk yang kuat. Menganyam adalah proses menjaringkan atau menyilangkan bahan tumbuh-tumbuhan untuk dijadikan satu rumpun yang kuat dan dapat digunakan. Contoh tumbuh-tumbuhan yang  dianyam seperti  lidi, rotan, akar-akaran, serat eceng gondok, serat pelepah pisang, daun pandan, dan beberapa bahan tumbuhan lain yang dikeringkan. Menganyam adalah salah satu seni tradisi tertua di dunia. Kesenian ini juga ada di berbagai budaya Nusantara. Di rumah-rumah panggung di pesisir Aceh,tikar pandan menjadi alas lantai. Di Pedamaran, Sumatra Selatan, kegiatan menganyam tikar menjadi pemandangan sehari-hari yang dilakukan ibu dan para gadis remaja.  

2.2.2 Sejarah Anyaman

                Seni anyaman adalah milik masyarakat melayu yang masih sangat di kagumi dan di gemari hingga saat ini. Kegiatan seni anyaman telah ada sejak dahulu kala. Hal ini dapat dilihat pada dinding rumah orang jaman dahulu dianyam dengan menggunakan buluh. Seni anyaman dipercaya bermula dan berkembangnya tanpa menerima pengaruh luar. Penggunaan tali, akar, dan rotan merupakan asas pertama dalam penciptaan kerajinan tangan anyaman. Bahan-bahan anyaman tumbuh liar di hutan-hutan, kampung-kampung, dan kawasan sekitar pantai. Berbagai bentuk kerajinan tangan dapat di bentuk melalui proses dan teknik anyaman dari jenis tumbuhan pandan dan bengkuang.
Bentuk-bentuk anyaman dibuat berdasarkan fungsinya. Masyarakat petani atau nelayan anyaman dibentuk menjadi topi, bakul, tudung saji, tikar, dan lain-lain untuk digunakan dalam keseharian. Selain dari tumbuhan pandan, anyaman juga dapat di buat dari tumbuhan jenis palma dan nipah. Seni anyaman merupakan daya cipta dari sekelompok masyarakat luar istana yang lebih mengutamakan nilai kegunaannya. Walaupun pada tahun 1756 sampai 1794 telah terdapat penggunaan tikar untuk raja yang terbuat dari rotan.

2.2.3 Jenis-Jenis Kerajinan Anyaman

Setiap  produk mungkin saja memiliki jenis anyaman yang sama atau berbeda. Jenis anyaman memang bermacam-macam. Setiap jenis berbeda cara mengerjakannya. Anyaman yang sering digunakan adalah anyaman sasag, anyaman kepang, dan anyaman bersegi. Anyaman sasag banyak digunakan untuk pembuatan keranjang, anyaman kepang untuk pembuatan bilik, anyaman bersegi untuk pembuatan kursi rotan.
 






Gambar 1. Jenis Anyaman Sasag

 





                                    Gambar 2. Jenis Anyaman Kepang






                                    Gambar 3. Jenis anyaman bersegi

2.3 Tanaman Rotan

2.3.1 Anatomi Tanaman Rotan

Struktur anatomi batang rotan dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu: ciri umum dan ciri anatomi. Ciri umum meliputi warna batang, diameter batang, panjang ruas  dan tinggi buku, sedangkan ciri anatomi meliputi dimensi ikatan pembuluh, berkas serat, serat, pembuluh metaksilim, protoksilem dan floem. Ciri anatomi rotan digunakan sebagai kunci identifikasi jenis, karena ciri umum banyak memiliki persamaan karena penilaiannya dilakukan dengan panca indera yang sifatnya tidak konstan dan subyektif. Ciri anatomi juga digunakan untuk menentukan sifat-sifat kekuatan, mutu dan cara pengolahannya (Rachman dan Jasni, 2006 dan Jasni dkk, 2012). Secara garis besar rotan terdiri dari 3 (tiga) jaringan utama.
1.    Kulit
Kulit terdiri dari 2 (dua) lapis sel yaitu epidermis dan endodermis. Sel epidermis dapat berbentuk empat persegi panjang, bujur sangkar dan pipa kadang-kadang terdapat silika. Sel endodermis berbentuk barisan serat atau pita serat yang bersifat lebih lunak. Sel ini diduga sebagai tempat pembentukan persenyawaan silika yang selanjutnya diendapkan pada epidermis.
2. Parenkim dasar
Jaringan parenkim dasar merupakan pengisi batang rotan dengan ikatan-ikatan pembuluh tertanam dan menyebar didalamnya. Parenkim dasar terdiri dari sel-sel parenkim isodiometrik berdinding tipis dengan noktah sederhana.
3. Ikatan pembuluh
Jaringan ikatan pembuluh terletak menyebar diantara jaringan parenkim dasar. Pada penampang lintang rotan ikatan pembuluh dapat dilihat berupa bintik-bintik. Jaringan ikatan pembuluh terdiri dari beberapa macam sel, yaitu: metaksilim, protoksilim, phloem, parenkim aksial. Jaringan pembuluh sebagai jaringan pelaksana yang mengatur kegiatan fisiologis tanaman dan serat sebagai jaringan penyangga yang memberi kekuatan mekanik. Phloem adalah jaringan yang berfungsi sebagai penyalur dan pembawa hasil fotosintesis dari tajuk kebagian lain dari tanaman. Bentuknya seperti pipa yang sambung menyambung dengan bidang perforasi berbentuk tapisan. Sedangkan metaksilim dan protoksilim merupakan jaringan yang berfungsi sebagai saluran air dan zat hara dari akar ke daun.
Parenkim aksial menyebar disekeliling metaxilem, ptoroksilim dan phloem di dalam ikatan pembuluh. Saluran getah tersebar diantara jaringan parenkhim dasar yang dapat ditemui pada beberapa jenis rotan seperti pada Daemonorops, Ceratalobus dan beberapa jenis Calamus. Saluran ini mengeluarkan zat ekstraktif. Stegmata adalah sel yang berisi partikel silika. Stegmata semakin banyak terdapat kearah jaringan kulit. Selanjutnya partikel silika ini yang menentukan kekerasan batang rotan. Penyusun utama rotan adalah sel parenkhim, sel serat dan pori. Komposisi sel-sel ini sangat berperan dalam menentukan sifat fisika dan mekanika rotan (Rachman, 1996).

2.3.2 Morfologi Tumbuhan Rotan 

Rotan merupakan palem berduri yang memanjat dan hasil hutan bukan kayu yang terpenting di Indonesia (MacKinnon et al., 2000). Rotan dapat berbatang tunggal (soliter) atau berumpun. Rotan yang tumbuh soliter hanya dipanen sekali dan tidak berregenerasi dari tunggul yang terpotong, sedangkan rotan yang tumbuh berumpun dapat dipanen terus-menerus. Rumpun terbentuk oleh berkembangnya tunas-tunas yang dihasilkan dari kuncup ketiak pada bagian bawah batang. Kuncup-kuncup tersebut berkembang sebagai rimpang pendek yang kemudian tumbuh menjadi batang di atas permukaan tanah (Dransfield dan Manokaran, 1996).
Akar tanaman rotan mempunyai sistem perakaran serabut, berwarna keputih-putihan atau kekuning-kuningan serta kehitam-hitaman. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder tetapi ada juga yang berbentuk segitiga. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun melekat pada buku-buku tersebut. Tanaman rotan berdaun majemuk dan pelepah daun yang duduk pada buku dan menutupi permukaan ruas batang. Daun rotan ditumbuhi duri, umumnya tumbuh mengahadap ke dalam sebagai penguat mengaitkan batang pada tumbuhan inang. Rotan termasuk tumbuhan berbunga majemuk. Bunga rotan terbungkus seludang. Bunga jantan dan bunga betina biasanya berumah satu tetapi ada pula yang berumah dua. Karena itu, proses penyerbukan bunga dapat terjadi dengan bantuan angin atau serangga penyerbuk. Buah rotan terdiri atas kulit luar berupa sisik yang berbentuk trapezium dan tersusun secara vertikal dari toksis buah. Bentuk permukaan buah rotan halus atau kasar berbulu, sedangkan buah rotan umumnya bulat, lonjong atau bulat telur (Januminro, 2000).
Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berbatu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000mm per tahun menurut tipe iklim Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24 oC-30 oC. Tanaman rotan yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak jika dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon (Januminro, 2000).

2.3 Manfaat Rotan

Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam-macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan-hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, dan sebagainya (Januminro, 2000).
Rotan mempunyai keterkaitan yang rumit dengan binatang-binatang di dalam hutan seperti tumbuh-tumbuhan lainnya dalam hutan basah tropis. Banyak rotan yang memberi tempat kehidupan bagi semut dalam helaian daun, duri, dan batangnya mungkin hal ini merupakan suatu perlindungan terhadap pemangsaan. Dalam hubungan timbal balik antara semut dan rotan, semut memelihara kutu-kutu bertepung yang menghasilkan embun madu. Bunga rotan berbau harum dan penyerbukan bergantung pada serangga termasuk semut, kumbang, trips, lebah, dan lalat. Burung, kera, monyet dan luang diperkirakan merupakan pemencar biji rotan yang penting (MacKinnon et al., 2000).

2.4 Pengolahan Rotan

Jasni et al. (2000) mendefinisikan pengolahan rotan sebagai suatu kegiatan pengerjaan lanjutan terhadap bahan baku rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi serta siap dipakai dan dijual. Tahapan pengolahan rotan dibedakan atas penanganan rotan pasca panen di hutan dan di industri. Rachman dan Hermawan (2005) mengklasifikasikan rotan kecil adalah rotan dengan diameter <16 mm dan rotan besar adalah rotan dengan diameter >16 mm. Contoh rotan kecil adalah rotan sega, irit, jermasin, pulut, dan lain-lain, sedangkan contoh rotan besar adalah rotan manau, tohiti, semambu, batang, dan lain-lain.

2.4.1. Penanganan Rotan Pasca Panen di Hutan

Menurut Rachman et al. (2000), rotan dikatakan masak tebang apabila lebih dari tiga perempat pelepah yang menempel pada batang telah mengelupas dan meluruh ke tanah dan sebagian duri berwarna kehitaman serta telah rontok. Rotan besar umumnya masak tebang pada kisaran umur 15-20 tahun dengan panjang batang berkisar antara 30-60 m, sedangkan rotan kecil dapat ditebang pada umur tujuh tahun dengan kisaran panjang batang antara 20-30 m (Rachman et al., 2000). Setelah ditebas dan ditarik, rotan segera dibersihkan dari pelepah dan duri dengan menggunakan parang atau golok secara hati-hati agar tidak merusak kulit rotan.
Rachman et al. (2000) menjelaskan perlakuan yang diberikan kepada rotan berukuran diameter besar sebagai berikut: setelah dibersihkan, rotan yang berdiameter besar kemudian dipotong-potong sesuai ukuran panjang (sekitar 2,5 m atau lebih) dan dipisahkan dari bagian pangkal rotan yang terlalu keras maupun bagian ujung yang masih muda. Potongan-potongan rotan ini kemudian diluruskan dengan cara menjepitkannya pada 2 batang pohon yang berdekatan atau cagak pohon sambil ditekan hati-hati agar rotan tidak patah. Potongan-potongan rotan tersebut kemudian diikat dengan tali bambu/rotan kecil menjadi bundelan-bundelan yang masing-masing berisi 25 potong - 60 potong. Bundelan-bundelan ini kemudian diangkut ke tepi hutan dan diletakkan di tempat yang teduh di lokasi penampungan sementara dengan diberi ganjal di bagian bawahnya agar tidak langsung berhubungan dengan tanah. Apabila rotan tidak langsung dibawa ke industri/tempat penggorengan dalam jangka waktu 5 hari setelah diangkut dari hutan, disarankan agar rotan sebaiknya diawetkan terlebih dahulu untuk mencegah serangan jamur biru, penggerek basah, dan kumbang ambrosia. Secara sederhana, pengawetan dapat dilakukan dengan merendam rotan dalam larutan bahan pengawet selama 2-4 jam.
Untuk rotan yang berukuran diameter kecil, setelah dipanen dan dibersihkan dari daun dan duri, rotan yang memiliki lapisan silika dibersihkan dahulu dengan menggunakan alat runti. Setelah itu, rotan dapat dipotong-potong dengan panjang sesuai permintaan dan dipisahkan dari bagian pangkal yang keras maupun bagian ujung yang lunak. Selanjutnya, rotan dicuci dalam air mengalir dan digosok dengan karung goni yang diberi pasir atau sabut kelapa sampai rotan bersih dari kotoran. Rotan kemudian disusun ke arah memanjang sebanyak 35-70 potong dan kemudian ditekuk menjadi setengahnya serta diikat dengan tali bambu atau belahan rotan. Apabila rotan terlambat diangkut ke industri pengolahan, sebaiknya rotan juga diawetkan dengan prosedur yang sama dengan rotan besar (Rachman et al., 2000).

2.4.2 Pengolahan Rotan di Industri

Sebagaimana halnya dengan penanganan rotan pasca panen di hutan, terdapat sedikit perbedaan dalam pengolahan awal untuk rotan dengan ukuran diameter besar dengan rotan berdiameter kecil. Dibandingkan dengan rotan besar, proses pengolahan awal rotan kecil lebih sederhana. Pada umumnya, rotan kecil tidak perlu digoreng sebagaimana halnya rotan besar karena dapat mengering lebih cepat. Beberapa langkah yang dilakukan dalam proses pengolahan awal rotan adalah sebagai berikut (Rachman et al., 2000) :
1. Persiapan
Tahapan persiapan terdiri atas kegiatan penumpukan rotan segar, pembersihan, dan sortasi. Rotan yang diterima di tempat penumpukan adalah rotan yang berkualitas baik dan sudah cukup tua dengan ciri-ciri diameter silindris, cukup keras, tidak ada tanda-tanda keriput, dan mengandung lebih banyak warna hijau tua .
2. Penggorengan
Tujuan penggorengan rotan adalah untuk menurunkan kadar air rotan dan mengeluarkan bahan-bahan larut minyak yang umumnya terdapat di bagian kulit (epidermis) rotan serta dapat menghalangi proses keluarnya air dari dalam rotan. Dengan melakukan penggorengan, waktu penjemuran rotan di lapangan dapat lebih singkat, sekitar 1-2 minggu sehingga dapat mengurangi kemungkinan serangan jamur atau serangga perusak rotan. Selain itu, warna rotan yang digoreng menjadi lebih cerah.



3. Penggosokan dan pencucian
Penggosokan dilakukan pada rotan yang telah digoreng dan ditiriskan dengan menggunakan kain perca, sabut kelapa atau karung goni yang dicampurkan dengan pasir halus atau serbuk gergaji (Jasni et al., 2000). Penggosokan dilakukan berulang-ulang agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan sehingga kulit rotan menjadi bersih dan dapat diperoleh rotan dengan warna yang cerah dan mengkilap. Bersama-sama dengan penggosokan, rotan juga dapat dicuci untuk membersihkan rotan secara sempurna.
4. Peruntian
Peruntian dilakukan untuk membuang lapisan silika yang melekat pada kulit beberapa jenis rotan kecil. Beberapa jenis rotan yang umumnya memiliki lapisan silika pada kulit adalah rotan sega dan taman. Peruntian rotan dapat dilakukan dengan menggunakan alat khusus disebut runti jala atau dengan menarik rotan bolak-balik melalui lubang pada sepotong bambu yang diikat berdiri pada sebatang pohon (Januminro, 2000)
5. Pengeringan
Pengeringan rotan dilakukan di lapangan terbuka agar rotan langsung terkena paparan sinar matahari. Lantai tempat pengeringan bisa berupa tanah kering atau pelataran semen dengan drainase baik (Rachman dan Hermawan, 2005). Rotan besar dikeringkan dengan cara disusun berdiri secara silang menyilang hampir tegak lurus pada sandaran yang terbuat dari kayu atau bambu (Rachman dan Hermawan, 2005). Untuk mendapatkan hasil pengeringan yang merata dan warna yang cerah, rotan harus sewaktu-waktu dibalik (Rachman dan Hermawan, 2005). Waktu pengeringan di musim kemarau hanya sekitar 1 minggu dan di musim penghujan dapat mencapai 2-3 minggu untuk sampai pada kondisi kering udara dengan kadar air sekitar 15-18% (Rachman dan Hermawan, 2005).
6. Pengasapan
Untuk memperoleh rotan bulat kualitas WS (washed and sulphurized) yang banyak diminta dalam dunia perdagangan, perlu dilakukan pengasapan terhadap rotan yang telah dijemur/dikeringkan. Pengasapan bertujuan untuk memutihkan warna kulit rotan, dengan proses pengelantangan (bleaching) menggunakan asap belerang (gas SO2) (Rachman dan Hermawan, 2005). Selain itu, pengasapan juga bertujuan untuk memasukkan asap belerang ke dalam pori-pori rotan untuk meningkatkan ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit apabila disimpan cukup lama dalam gudang (Januminro, 2000).

2.4.3 Letak Goegrafis Kelurahan Balearjosari

Description: C:\Users\lenovo\Pictures\97e02c1ef7d415fd53a6353920a6f96d_peta-malang.gif            Secara geografis Kelurahan Balearjosari merupakan kelurahan yang berada di posisi paling Utara sekaligus sebagai pintu gerbang masuk kota Malang dan berada di wilayah Kecamatan Blimbing Kota Malang. Kelurahan balearjosari memiliki karakter sebagai kawasan transisi yaitu kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Malang. Luas lahan yang ada di Kelurahan Balearjosari adalah 151,1 Ha. Lahan terbangun yang ada adalah seluas 78,7 Ha dan lahan tidak terbangunnya mencapai 72,4 Ha. Kelurahan Balearjosari memiliki kepadatan penduduk yang tergolong rendah yaitu 292 penduduk/Ha. Prosentase perbandingan lahan terbangun dan tidak terbangun adalah 52,02% : 47,98 %.
















Gambar 1. Peta kota Malang

BAB III

METODE PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif-eksploratif dengan menggunakan metode survey dengan teknik wawancara tidak terstruktur (Struktur Interview) dan disertai dengan keterlibatan aktif peneliti dalam kegiatan proses pembuatan (Participatory Etnobotani Appraisal).

3.2 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 06 Juni 2015 di Cindy Rotan Jl Raya Balearjosari, Blimbing Malang.

3.3 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kamera dan  alat tulis. Adapun bahan yang digunakan adalah rotan sebagai bahan dasar kerajinan.

3.4 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah orang yang mengetahui teknik-teknik pembuatan produk-produk dari rotan.

3.5 Instrumen Penelitian
            Data hasil penelitian tentang Studi Etnobotani Kerajianan Anyaman Rotan Oleh Masyarakat Kelurahan Belearjosari Malang Jawa Timur dengan menggunakan instrument berupa wawancara disertai dengan observasi. Sedangkan bahasa yang digunakan dalam wawancara adalah bahasa jawa halus berdasarkan bahasa keseharian dan kesopanan kepada orang yang lebih tua.



BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian

            Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan pengrajin rotan di Balearjosari-Malang bapak Iwan (32 tahun) dapat diketahui rotan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Pembuatan kerajinan rotan tidak selalu menggunakan satu macam bahan, tetapi dapat dikombinasikan dengan bahan lainnya. Dengan demikian hasil kerajinan lebih menarik dan bervariasi.
            Rotan Cindy merupakan salah satu home industri di kelurahan Balerjosari Malang yang memproduksi beebagai kerajian berbahan dasar rotan. Home industri ini sudah diwariskan sejak turun-temurun. Diperkirakan home industri ini berdiri sejak tahun 1975. Dalam home industri ini terdapat sepuluh orang karyawan yang bertugas di masing-masing bagian. Setiap karyawan mempunyai keahlian tersendiri dalam menghasilkan kerajinan. Seperti bapak Iwan bertugas membuat kerangka kerajinan, keudian bapak Mul menganyam hingga selesai. Alat-alat yang digunakan juga tidak begitu rumit untuk dioperasikan hanya membutuhkan keahlian. Selama pengoperasian tidak terdapat kendala karena bahan selalu tersedia pekerjaan dapat diselesaikan di rumah.

4.2 Rotan Sebagai Bahan Dasar Kerajinan

4.2.1 Klasifikasi

Klasifikasi tumbuhan rotan (Calamus sp) menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Calamus
Species : Calamus sp

4.2.2 Nama Lokal

Nama lokal  rotan antara lain sumambu (Batak Karo), simambo (Batak Toba), simambu (Minangkabau), semambu (Lampung), semabu (Kalimantan Barat), Tantuwo (Dayak Kalimantan Tengah).

4.2.3 Bagian Rotan yang Digunakan

Bagian rotan yang paling umum digunakan yaitu bagian batang rotan. Bagian batang rotan lebih banyak digunakan karena bagian ini memiliki sifat, bentuk dan ukuran yang berbeda. Menurut Rachman dan Jasni (2006) bentuk batang rotan umumnya silidris yang terdiri dari ruas-ruas dengan ukuran 10-50 cm, sedangkan diameter berkisar 6-50 mm. Setiap ruas dibatasi oleh buku yang terlihat pada bagian luar saja. Kulit batang rotan ada yang licin misalnya pada bubuay (Plectocomia elongate Becc.) dan ada yang mengkerut misalnya pada manau (Calamus manan Mig.)
Jenis rotan yang digunkan dalam kerajinan yaitu rotan besar dan rotan kecil. Rotan besar dimanfaatkan sebagai kerangkan dasar, sedangkan rotan kecil digunkan untuk bahan anyaman pada kerangka. Rotan besar juga bisa dijadikan rotan dengan ukuran-ukuran tertentu sesuai dengan kebutuhan.

4.2.4 Jenis Bahan Kerajinan Anyaman

            Pembuatan kerajinan anyaman berasal dari batang rotan yang sudah cukup umur. Untuk memperoleh hasil yag bervariasi dapat dilakukan dengan penambahan dengan bahan lain. Bahan yang paling sering ditambahnkan yaitu:
1.      Serat Mendong
Mendong adalah sejenis rerumputan yang hidup di daerah berair seperti sawah atau rawa. Kebanyakan mendong diproses menjadi tikar dengan cara dianyam, pada saat penganyaman mendong harus dibasahkan dahulu agar tidak mudah putus. Mendong dapat juga dijalin dibuat rara maupun dianyam. Selain menjadi tikar, mendong dapat menjadi beberapa jenis kerajinan anyaman seperti tas, topi, dan ada pula yang dikombinasikan dengan rotan untuk diproduksi kursi dan perabotan rumah tangga.

2.      Serat Eceng gondok
Tanaman enceng gondok adalah tanaman gulma atau sejenis tanaman liar di air, hidup dirawa-rawa. Seperti halnya mendong enceng gondok yang akan digunakan harus dicuci dan dikeringkan, diberi warna jika perlu dan diberi pengawet agar menjadi tahan lama. Kemudian eceng gondok dianyam seperti kepangan rambut. Anyaman enceng gondong dapat dibuat kerajinan, seperti tas, sandal, alas duduk, tempat tisu, bahkan kursi.
3.      Serat Pelepah Pisang
Serat pelepah pisang dapat dijadikan bahan tambahan dalam kerajinan anyaman. Pelepah pisang yang akan digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu hingga kandungan air menjadi kering. Setelah itu pelepah pisang di pisahkan menjadi bagian-bagian kecil dan dipelintir.  

4.2.5 Perolehan Rotan

            Rotan yang akan dibuat kerajinan berasal dari Kalimantan yang dijual oleh pengepul di Surabaya. Sedangakan serat eceng gondok, mendong dan pelepah pisang diperoleh dari Kecamatan Wajak Malang. 

4.3 Teknik Penganyaman Rotan

            Beberapa langkah dalam pembuatan kerajinan anyaman rotan adalah sebagai berikut
1.      Tahap persiapan, pada tahap ini rotan dipotong-potong sesuai dengan ukuran sebagai kerangka dasar.


Description: D:\etno\IMG-20150606-00962.jpg
 










2.      Pewarnaan, pada proses ini bahan yang akan didesain diwarnai sesuai dengan keinginan. Pewarna yang diguakan dapat berupa pewarna sintetis atau pewarna makanan. Setelah diwarnai, kemudian dikeringkan.
3.      Pembuatan kerangka, pada proses pembuatan kerangka digugunakan alat pembengkok agar rotan tersebut bisa dilekukan sesuai dengan model desainnya. Kemudian dibuat kerangka dasar sesuai dengan desain barang yang akan dibuat


Description: D:\etno\IMG-20150606-00981.jpg
 






4.      Penganyaman, proses penganyaman bertujuan untuk menutupi kerangka yang sesuai dengan jenis desainnya. Jenis anyaman yang sering digunakan dalam anyaman rotan yaitu teknik anyaman tunggal. Pada teknik ini rotan dianyam satu-satu (secara tunggal). Caranya, rotan dianyam selangkah demi selagkah, satu demi satu dengan memasukkannya secara menyilang. Setelah rotan dianyam, pada ujung anyaman di staples agar anyaman tidah lepas dari kerangkanya.


Description: D:\etno\IMG-20150606-00979.jpg,Description: D:\etno\IMG-20150606-00959.jpg
 











4.4 Kelebihan Dan Kelemahan Rotan

Rotan menjadi material yang mendominasi dunia furniture. Rotan memiliki kelebihan mudah dibentuk, mudah dijadikan berbagai jenis furniture bahkan dapat digunakan sebagai bahan dinding, plafon maupun elemen interior berskala besar. Rotan juga dapat digunakan dengan mudah untuk berbagai barang yang berukuran kecil karena strukturnya yang liat, berurai dan tidak mudah patah. Rotan juga mempunyai warna yang khas dan unik.
Agar dapat menggunakan rotan dengan baik maka perlu diperhatikan kelemahan rotan, diantaranya mudah terbakar, kandungan sari tepung yang sangat tinggi mengakibatkan strukturnya rentan diserang rayap, serta daya tahannya yang kurang baik terhadap air. Namun demikian dengan perlakuan yang baik dan bersih niscaya rotan menjadi bagian yang menarik untuk menghiasi ruang-ruang di rumah.



BAB V

PENUTUP


5.1 Simpulan

            Berdasarkan pembahasan pada bab IV dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut.
1.      Jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dalam kerajianan anyaman oleh masyarakat kelurahan Balearjosari berasal dari rotan, bambu,
2.      Sumber perolehan tumbuhan untuk bahan pembuatan kerajinan anyaman yaitu rotan berasal dari kalimantan dan dipasarkan di surabaya. Eceng gondok, mendong, dan serat pelepah pisang berasal dari kecamatan Wajak Malang
3.      Organ yang dimanfaatkan dalam kerajinan anyaman yaitu batang rotan, pelepah pisang, batang eceng gondok, batang mendong
4.      Teknik pembuatan kerajinan anyaman
5.      Kelebihan rotan sebagai bahan kerajinan anyaman mudah didapat, rotan mempunyai sifat-sifat yang alami yaitu elastis, mudah dibentuk, ringan, tahan terhadap perubahan cuaca, dan mempunyai warna alamiah yang menarik. Kelemahan rotan mudah terbakar, kandungan sari tepung yang sangat tinggi mengakibatkan strukturnya rentan diserang rayap.

5.2 Saran

            Berdasarkan simpulan di atas, ada sejumlah saran yang perlu disampaikan, yaitu pengetahuan pemanfaatan kerajianan anyaman rotan perlu ditingkatkan agar nilai seni ini tidak hilang dan dapat dikenal baik secara nasional maupun internasional.

DAFTAR RUJUKAN

 Dransfield, J. dan N. Manokaran. 1996. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 6 Rotan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
 Januminro, CFM. 2000. Rotan Indonesia Potensi Budidaya Pemungutan Pengelolaan Standar Mutu dan Prospek Pengusahaan. Yogyakarta: Kanisius
Jasni, D. M dan N. Supriana. 2000. Sari Hasil Penelitian Rotan. Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu. Bogor: Pusat Penelitian Hasil Hutan.
Jasni, Krisdianto, Titi Kalima dan Abdurachman. 2012. Atlas Rotan Indonesia Jilid 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.
MacKinnon, K.,G. Hatta, H.Halim, dan A.Managalik. 2000. Seri Ekologi Indonesia Buku III Ekologi Kalimantan.  Jakarta: Prenhallindo
Martin GI. 1998. Etnobotani. M.Mohamed, penerjemah. Gland Switzerland: Kerjasama Natural History Publication (borneo), Kota Kinibalu dan World Life Fund for Nature.
Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan. http://www.plantamor.com. Online. Diakses 10 Juni 2015
Rachman Osly dan Jasni. 2006. Rotan Sumberdaya, Sifat dan Pengolahannnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor: Departemen Kehutnanan.
Rachman, O. 1996. Peranan Sifat Anatomi, Kimia dan Fisis terhadap Mutu Rekayasa Rotan. Disertasi Doktor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Soekarman dan Riswan, S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia. Prosiding Seminar Etnobotani.



LAMPIRAN
Description: D:\etno\IMG-20150606-00969.jpgDescription: D:\etno\IMG-20150606-00967.jpgDescription: D:\etno\IMG-20150606-00966.jpg  



















Description: D:\etno\IMG-20150606-00956.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00958.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00962.jpg





Description: D:\etno\IMG-20150606-00978.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00975.jpg

Description: D:\etno\IMG-20150606-00960.jpg





Description: D:\etno\IMG-20150606-00987.jpg



Description: D:\etno\IMG-20150606-00957.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00981.jpg



Description: D:\etno\IMG-20150606-00980.jpg



 

















Description: D:\etno\IMG-20150606-00971.jpg
Description: D:\etno\IMG-20150606-00959.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00985.jpg
Description: D:\etno\IMG-20150606-00983.jpg



Description: D:\etno\IMG-20150606-00982.jpg


Description: D:\etno\IMG-20150606-00984.jpg




Description: D:\etno\IMG-20150606-00992.jpg
 

Posting Komentar

0 Komentar