Sepotong Hati untuk Dimiliki

Gadis muda itu berdiri di tengah keramaian. Matanya memandang sendu. di tangannya terdapat sekeping hati yang belum dimiliki siapa pun. Ia ingin memberikan hati itu, lambang cinta, tapi tak tahu pada siapa. Tak satupun orang yang berlalu lalang itu peduli.

Gadis itu masih di sana. Ia berjalan, mondar-mandir melihat setiap pria yang lewat. Di tangkupan tangannya sepotong hati itu kian membeku. Ia menadahkan tangannya, menawarkan hati pada setiap lelaki yang ditemui. Lagi-lagi tak ada yang peduli.

Ia lelah. Tapi, ia tak bisa menyerah begitu saja. Ia terus mencoba. Pasti ada lelaki baik yang akan menerima, pikirnya terus menjajakan hati itu kepada orang-orang.
 
Matahari kian terik. Namun, sang hati tak jua menemui tuannya. Gadis itu semakin sendu. Ia hampir menangis. Sebegitu burukkah aku, hingga tak seorang pun mau menerima? Matanya menatap nanar pada hati di tangkupan tangan. Hati ini tulus, hati ini bersih, hati ini setia, hati ini penuh cinta. Bukan itu yang selalu dibutuhkan manusia? Tapi, mengapa hati ini tersisihkan?

Sang gadis terus berjalan, menawarkan sepotong hati untuk dimiliki laki-laki baik. Panasnya matahari yang membakar membuatnya kian resah hingga tak memperhatikan langkah. Tanpa sengaja ia menubruk punggung seseorang. Seseorang itu berbalik, lalu tersenyum. Laki-laki berparas tampan. 

Tuhan, apakah ini takdir yang telah Engkau gariskan?

Ragu-ragu, sang gadis menyodorkan tangkupan tangan yang berisi hatinya. Tak disangka uluran tangan itu diterima. Sang gadis menjadi ceria. Potongan hati itu telah menemukan separuhnya.

Bersama laki-laki itu sang gadis berjalan bergandengan tangan dengan hati riang gembira. Menyusuri jalan-jalan yang berhiaskan guguran daun maple. Musim gugur yang indah.

Tak jauh mereka berjalan, sang lelaki tiba-tiba hilang dalam keramaian. Si gadis mencari kebingungan. Ia berlari-lari dengan panik menyibak kerumunan. Memeriksa satu per satu orang yang dilewatinya. Hingga lelaki itu datang dengan sendirinya. Menyerahkan hati sang gadis yang pernah diterimanya. Lalu pergi dengan sepotong hati yang baru ia terima.

Gemetar, tangan gadis itu menangkup potongan hati yang telah terluka. Mendekapnya erat-erat penuh air mata. Kakinya lemas tak mampu menopang tubuh. Ia luruh dan bertumpu pada lututnya. Dalam hati ia berkata, “Tuhan, apa yang salah dengan hati ini? Tak layakkah ia untuk melengkapi?”

Senja datang. Sang gadis pelan-pelan bangkit dari rasa sakit. Di bangku taman itu ia menyendiri. Ia tak lagi menjajakan hatinya agar tak terluka.

Malam menyapa. Orang-orang sudah pulang bertemu dengan orang tersayang. Tapi tidak dengan gadis itu. Ia masih di bangku taman bertemankan sepi. Penantiannya berakhir. Ia menyimpan sepotong hati beku itu. Ia tak lagi berharap apa-apa. Ia akan pulang.

Namun, tanpa diharapkan keajaiban datang. Saat bangkit dari bangku, tepat di hadapannya, berdiri seorang laki-laki. Bermata sendu. Ia menatap sang gadis, lalu menyodorkan hati untuk dimiliki. 



Posting Komentar

0 Komentar