Seperti Bunga Layu, Istriku Tak Cantik Lagi

 


Heru terbengong-bengong melihat kecantikan, Tari, sekretaris barunya. Bertubuh langsing, kulit bersih bak model iklan dan berwajah mungil menggemaskan. Sangat enak dipandang. Tak hanya rupawan wanita berumur 25 tahun itu juga supel dan ramah. Terlihat smart dan cekatan.

Sangat berbeda dengan Sherli, perempuan yang telah dinikahinya 3 tahun lalu. Sherli tak secantik dulu. Jangankan hendak memanjakan suami, mencium bau badan Sherli saja, Heru sudah pusing. Bau pesing.

“Sudah pulang, Mas?” Sherli mencium tangan suaminya sambil menggendong Raga yang masih berusia 2 tahun.

Mata Heru mengitari sekeliling, kemudian menghela nafas kesal. Rumah berantakan seperti kapal pecah. Mainan Raga di mana-mana, baju kotor berserak, piring kotor mennggunung, ruangan bau dan yang paling menjengkelkan ... lihatlah! Tampilan Sherli yang awut-awutan. Badan kurusnya dibalut daster gombrong, wajah berminyak, rambut diikat apa adanya. Apakah seperti ini cara seorang istri menyambut suami? Lalu laki-laki 30 tahun itu melangkah tanpa berucap sepatah kata pun.

Akhir-akhir ini, Heru sangat betah berlama-lama di kantor. Seharian berkerja dengan Tari tak membuatnya penat. Sepertinya laki-laki berkumis tipis itu menemukan bunga baru yang harum memabukkan. Berbeda dengan bunga di rumah sudah layu dan tak beraroma.

Heru menikmati setiap moment yang tercipta dengan sang sekretaris baru. Mencuri-curi pandang pada wanita yang baru sebulan dikenalnya. Rambut panjang sedikit dipirang sangat pas dengan kulit putihnya. Bibir ranum yang dipoles long lasting lipstik. Belum lagi tatapan mata Tari tajam menikam membuat jantung berdebar. Sherli? Bak langit dan bumi.

***

Hari ini Heru tak ke kantor karena Sherli demam. Ia terpaksa menghandel semua pekerjaan rumah mulai memandikan dan memberi makan Raga, menyapu rumah, mencuci piring, menjemur pakaian. Setelah semuanya terselesaikan laki-laki itu tepar seketika.

“Oeekkk ... oekkk.”

Baru saja hendak memejamkan mata, suara tangisan Raga mengurungkan niatnya. Mungkin minta susu. Sang ayah menghela nafas panjang.

Saat bersih-bersih rak buku di kamar, Heru sesuatu. Di sana ia menemukan album foto perjalanan cintanya dengan Sherli. Di album pertama Heru tersenyum melihat foto-foto Sherli yang cantik natural.

Di album kedua ia melihat koleksi foto pernikahan mereka. Waw! Sherli tampil bak bidadari dalam balutan ball-gwon putih berpayet. Wanita itu juga  tampak sangat anggun dengan kebaya silvernya. Benar-benar seperti seorang puteri.

“Liat apa sih, Mas? Kok senyum-senyum?” sapa Sherli sambil mengayun Raga.

Heru menggeleng dan menutup album. Ia tertegun. Di hadapannya tampak jelmaan bidadari 3 tahun lalu yang telah mengkerut seperti kerupuk disiram air. Mata panda khas orang kurang tidur.

Wanita cantik yang  dulu ia puja-puja, dibanggakan dan penyejuk qalbunya telah berubah. Namun tidak dengan senyum dan ketulusannya. Ia masih Sherli yang dulu. wanita yang rela meninggalkan keluarga dan sanak saudara demi hidup dengan dirinya.

Ayah satu anak itu menyadari kekeliruannya. Bunganya tak layu, hanya kurang pupuk dan perhatian. Dialah sebagai pemilik yang harus bertanggung jawab merawat agar bunga itu kembali subur dan beraroma.

 

Posting Komentar

0 Komentar