Lembaran kertas HVS berserak memenuhi ruang tamu. Diva terlihat serius menggarap skripsinya yang berkali-kali ditolak. Dua jam di depan laptop membuatnya jenuh. Kemudian mengambil ponsel dan membuka instagram hendak merefresh otaknya sejenak. Asyik menscroll beranda, matanya tertuju pada seseakun. Di sana beberapa foto baru diunggah sekitar sejam lalu. Penasaran, Diva mengunjungi akun teman lamanya, Kamilla.
“Enak banget jadi dia, jalan-jalan ke luar negeri terus,” rungut Diva sambil memeperhatikan foto demi foto. Ada di Studio Universal, Menara Kembar Petronas, Menara Condong, taman berlatar bunga sakura, dan masih bangunan lain khas luar negeri yang Diva tak tahu namanya.
Memang Kamilla terlahir dari keluarga berada. Terbang ke luar negri adalah hal yang biasa bagi mereka. Sangat bertolak belakang dengan kehidupan Diva yang sering dilanda kesulitan. Jangankan jalan-jalan ke luar negeri, makan saja tercukupi sudah alhamdulillah. Kini, mahasiswi semester akhir itu sedang gegana karena judul skripsinya tak kunjung diterima.
“Coba aja, kayak dia. Gak perlu capek-capek kuliah. Beruntung banget, sih, jadi sia.” Diva masih menstalking akun Kamilla. Sesekali wajahnya merengut membandingkan nasibnya yang jauh berbeda.
***
Di sebuah kamar VIP seorang gadis berkulit pucat tengah memandangi layar ponsel. Sesekali ia tersenyum melihat status yang bersliweran di akun facebooknya.
“Percayalah, kata ACC lebih indah dari kata I love you.”
“Samsung aja udah S9, masak kamu S1 aja belum? ”
Beberapa gambar yang mengilustrasikan kegalauan tingkat dewa gegara beratnya skripsi. Ya, saat-saat ini memang tahun kelulusan angkatan gadis itu.
[Disakiti mantan aja kuat, masak ngerjain skripsi engga? #saveskripsi] Bunyi status yang dituliskan oleh Diva, dikirim beberapa menit lalu.
Perempuan berambut panjang itu sekilas tersenyum membacanya. Ia lalu mengunjungi beranda Diva, memeriksa aktivitas teman kecilnya itu. Namun, tak lama kemudian raut wajahnya berubah menjadi muram. Gurat kesedihan tergambar jelas di sana.
“Ah, bahagianya menjadi Diva. Bisa ke mana-mana, bisa kuliah dan punya banyak teman. Beruntung sekali dia." Kamilla bergumam sambil memandangi foto-foto Diva yang sedang nongkrong bersama gadis-gadis sepantaran mereka.
“Let’s go, Ms. Kamilla.”
Seorang perawat memapah Kamilla lalu mendudukkannya di kursi roda. Tiga puluh menit lagi gadis itu akan menjalani operasi transplantasi hati dengan risiko 50:50. Beberapa tahun terakhir ini ia sering ke luar negeri untuk berobat. Berpindah dari rumah sakit satu ke yang lainnya. Kebetulan sempat mengabadikan moment tersebut tanpa memperlihatkan kondisi sebenarnya.
Seandainya aku jadi dia ....
Lalu, siapakah yang lebih beruntung?
0 Komentar